Selasa, 08 Oktober 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

Salam dan Bahagia Bapak / Ibu Guru Hebat Indonesia!

Perkenalkan saya Fadly, S.Pd, CGP Angkatan 11 Kabupaten Pasaman Barat. Penagajar Praktik saya Ibu Elfina Oktafani, S.Pd dan Bapak Fasilitator H. Durajat M.Pd

Pada Kesempatan Kali ini akan saya bahas Kesimpulan dan Refleksi Modul 2.3 Coaching Supervisi untuk Supervisi Akademik. Saya Mulai dengan menjawab pertanyaan pemantik Berikut :

  • Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?
  • Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran?

Konsep Coaching

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003). Coaching sebagai “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation -ICF).

Coaching dalam Konteks Pendidikan: 

Tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Paradigma Berfikir Coaching: 

Tindakan untuk dapat membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka seperti :

  • Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan,
  • Bersikap terbuka dan ingin tahu, 
  • Memiliki kesadaran diri yang kuat, 
  • Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Prinsip Coaching: 

  • Kemitraan, dimana coach menjadi rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. 
  • Proses kreatif
  • Memaksimalkan potensi 
Kompetensi Inti Coaching

  • Mengajukan pertanyaan berbobot adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot.
  • Mendengarkan dengan aktif adalah kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucap.
  • Kehadiran penuh (presence) adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh pada coachee, atau di dalam coaching

Alur Percakapan TIRTA

  • Tujuan awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. 
  • Identifikasi dimana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi
  • Rencana Aksi dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. 
  • Tanggungjawab dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya

Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstrukti bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.

Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan

Terdapat tantangan untuk menerapkan praktik coaching secara berkelanjutan dengan murid atau rekan sejawat agar mendapatkan ketrampilan coaching untuk supervisi akademik. Hal yang sudah baik adalah memperoleh pemahaman dan pencerahan tentang materi coaching untuk supervisi akademik dan sudah mempraktikkannya.

Hal yang perlu diperbaiki adalah langkah-langkah yang baik dan bijak pada mengajukan pertanyaan yang berbobot kepada coachee. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi adalah mengoptimalkan kekuatan diri sebagai seorang pendidik yang mampu menjadi coach dan melakukan coaching bagi orang-orang di lingkungan sekitar.

Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching maka pembelajaran berdiferensiasi dimana guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.

Langkah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.

Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Terdapat 4 macam paradigma berpikir coaching, yaitu: 

  • Fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan, 
  • Bersikap terbuka dan ingin tahu, 
  • Memiliki kesadaran diri yang kuat,
  • Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Ada tiga kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah, yaitu: 
  • Kehadiran penuh (presence), 
  • Mendengarkan aktif (menyimak),
  • Mengajukan pertanyaan berbobot.
Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.

R(Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. 

A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.

S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita maka kita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.

A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.

Jika keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid

TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar